Kewajiban Setiap Muslim Untuk Mencintai Keluarga Suci Nabi Muhammad SAW

Salah satu kewajiban dalam Islam yang banyak terlalaikan atau terlupakan oleh banyak kaum muslimin adalah tentang kewajiban untuk mencintai ahlul bait nabi atau keluarga Nabi yang suci.

Kecintaan pada para ahlul bait Nabi bukan hanya monopoli kaum syiah. Seluruh kaum muslimin diperintahkan untuk itu – apapun mazhabnya.

Kewajiban ini tercantum dalam AlQur’an lewat lisan Rasulullah SAAW:

“Aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun (selamanya) atas seruanku, kecuali (aku harap kalian) kasih sayang terhadap keluarga(ku).” (QS. 42 : 23)

Hal itu jugalah yang telah dicontohkan para imam ahlus sunnah dan juga para pemuka ulama sunni lainnya.

Kendati di zaman dulu melakukan kewajiban ini secara terus terang bisa mengakibatkan hukuman yang berat dari para penguasa khilafah Umayyah dan Abbasiyah, seperti yang dialami Imam Ahmad, Imam Syafi’i dan yang lainnya.

Sejarah, mencatat, Imam Ahmad bin Hambal seorang pemuka mazhab Ahlus Sunnah, pernah dituduh sebagai Syiah, mem-bai’at pengikut Ali dan melindungi seorang ‘Alawi di rumahnya. Pada masa itu, tak ada tuduhan yang lebih berat dari itu. 

Khalifah Al-Mutawakkil mengirim tentara dan rumah Imam Ahmad pun dikepung. Rumahnya digeladah – kamar anak-anak, kamar wanita, bahkan sumur. Tidak ada bukti apapun tentang ke-syiah-an Imam Ahmad. Lalu apa salah beliau? “Salah”-nya sedikit: dalam Musnad-nya, ia banyak meriwayatkan hadis-hadis tentang Ahlul Bait dan keutamaan Imam Ali kw.

Ibnu Hajar dalam Tahdzib Al-Tahdzib bercerita tentang Nashr bin Ali. Suatu hari ia meriwayatkan hadis dari Rasulullah tentang keutamaan Hasan dan Husein: “Siapakah yang mencintai aku, mencintai keduanya, mencintai kedua orang tua mereka, ia bersamaku dalam derajat yang sama di hari kiamat.” 

Lalu khalifah Al-Mutawakkil mencambuknya seribu kali. Ja’far bin Abdul Wahid berulang kali mengingatkan khalifah, “Hadza min ahlis-sunnah”! Barulah khalifah menghentikan hukuman cambuknya.

Mengapa kita perlu mencintai ahlul bait Nabi saaw?

Ini bukan persoalan hubungan darah, atau KKN nya Nabi saw, melainkan memang perintah Allah SWT.

Para imam ahlul bait nabi adalah manusia-manusia suci, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an,

“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya.” (QS. Al-Ahzab : 33).

Itu adalah terjemahan dari Depag RI. Mari kita telaah apa sebetulnya makna ayat tsb menurut kaidah bahasa arab.

Yang lebih tepat sebenarnya adalah “mencegah dosa dari kalian”

Karena “Liyudzhiba ‘an-kum” mengandung arti bahwa ar-rijs itu belum kena kepada mereka.

Sedangkan “Liyudzhiba min-kum” mengandung arti bahwa ar-rjs itu telah ada pada mereka.

Al-Quran menggunakan kata ” ‘an-kum ” bukan ” min-kum.” 

Dalam terjemah kata ” ‘an ” dan ” min ” suka diartikan sama yaitu “dari”.

Sedangkan kata “dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” adalah penegasan terhadap keabadian kesucian mereka dari ar-rijs itu.

Dalam Sahih Bukhari, diriwayatkan juga dari Abu Bakar Al-Shiddiq ra bahwa Nabi saw bersabda, “Hai manusia, peliharalah hak Muhammad dalam urusan keluarganya.” (HR Bukhari).

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda, “Cintailah Allah karena nikmat yang telah dikaruniakan-Nya kepada kalian, dan cintailah aku karena kecintaan kepada Allah itu, serta cintailah ahlul baitku karena kecintaan kepadaku.” 

Hadis ini diriwayatkan oleh Al Turmudzi dan Al Hakim, dan telah disahihkan sesuaikan syarat Bukhari dan Muslim.

Sehingga Imam Syafi’i pun bermadah:

“Seandainya cinta pada keluarga Muhammad itu rafidhah (sebutan bagi syiah pada masa itu) maka hendaklah Jin dan Manusia saksikan bahwa aku ini adalah Rafidhi.”


Pendapat Ibnu Taimiyah dan Al-Albani

 


 

Diberdayakan oleh Blogger.