Memahami Perjuangan Imam Husein as dan Detil Peristiwa Tragedi Karbala

"Sebelum peristiwa Asyura, dunia hanya tahu aturan bahwa, 'Yang Kuat itu yang benar', tetapi Asyura mengenalkan rumus baru kepada seluruh dunia bahwa,'Yang Benar itu yang kuat.'

Setelah Asyura, terbukti bahwa darah mereka yang tak berdosa bisa mengalahkan pedang seorang tiran."
[Edward G.Brown]

Imam Husain as lahir di Madinah, 3 Sya’ban 3 Hijriah. Saudaranya adalah Imam Hasan as.

Imam Husain adalah satu-satunya manusia yang ayahnya Imam, saudaranya Imam, dan putranya juga Imam. 

Tidak ada seorang pun dalam sejarah yang memperoleh keistimewaan seperti itu. Ibunya adalah Sayyidah Fatimah sa, ayahandanya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as, dan kakek neneknya adalah Rasulullah Saw dan Sayyidah Khadijah sa.

Rasulullah saww sangat mencintai Hasan dan  Husain dan memerintahkan kepada semua orang supaya mencintai keduanya. 

Imam Husain as termasuk Ashab al-Kisa', ikut hadir dalam peristiwa mubahalah dengan pendeta Nasrani Najran, serta merupakan salah satu Ahlulbait nabi yang mana ayat Tathir turun atas peristiwa itu. 

Riwayat-riwayat telah dinukilkan dari Nabi Muhammad saw tentang fadhilah dan keutamaan Imam Husain as, diantaranya Rasulullah saww bersabda bahwa Hasan dan Husain adalah penghulu pemuda surga dan Husain adalah pelita hidayah dan bahtera penyelamat.

Maka tumbuhlah Al-Husain dalam dekapan Rasulullah Saw. Imam Ali—ayahnya—sering membawa Al-Husain ke pangkuan Nabi. Setiap kali Nabi menimang Al-Husain, ia memeluknya dan menciumi lehernya berulang-ulang. 

Sempat Imam Ali bertanya: “Mengapa leher itu yang sering kaucium ya Rasulallah?” Dan Nabi menitikkan airmatanya…

Nabi sering menggendong Imam Hasan dan Imam Husain di pundaknya. Ketika Nabi membeli Zuljanah, kuda putih besar itu dari Haris, ia melihat Al-Husain sering mendekatinya. Seolah ada percakapan antara anak kecil dan kuda itu. 

Nabi bertanya, “Maukah engkau mengendarainya?” Al-Husain mengiyakan. Nabi meminta kuda itu dibawa mendekat. Ketika sudah dekat benar, Zuljanah tiba-tiba merebahkan tubuhnya, sehingga Al-Husain kecil dengan mudah naik di atasnya.

Keindahan akhlak Imam Husain, sebagaimana Ahlul Bayt lainnya, adalah yang paling menyerupai Rasulullah Saw. 

Shahih Bukhari meriwayatkan hadis dari Muhammad bin Husain bin Ibrahim, yang memperolehnya dari Husain bin Muhammad: “Telah bercerita kepada kami Jarir dari Muhammad dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:

“Kepala (terputus) Al-Husain didatangkan pada Ubaidullah bin Ziyad. Ia meletakkanya di atas nampan, kemudian menekan-nekannya. Ia lalu berkata sesuatu tentang Al-Husain.”

Anas berkata: “Al-Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Saw.” (Shahih Bukhari, hadis nomor 3465, Kitab Manaqib).

Maka ketika Al-Husain as berdiri di padang Karbala, ia mengingatkan musuh-musuhnya tentang dirinya. Bahwa ia adalah Ahli Bait Rasulullah. Bahwa pedang yang ia bawa adalah pedang Nabi, jubah yang ia pakai adalah jubah Nabi. Serban yang ia kenakan adalah serban Rasulullah Saw. 

Tetapi semua itu tidak membuat pasukan yang sudah tergoda dengan gelimang janji dan harta itu berpaling. 

Ketika Imam Husain bertanya, apa yang membuat mereka memeranginya? Mereka menjawab: “Karena ketaatan kami pada Amir Ubaidillah bin Ziyad.” Karena ketaatan mereka pada penguasa yang zalim.

Imam Husain as di Masa Pemerintahan Muawiyah

Setelah kesyahidan Imam Hasan as sebagai saudaranya  pada tahun 50 H (670 M), Imam Husain as menggantikan Imam Hasan as menduduki posisi imamah, mengemban amanah sebagai pemimpin kaum Syiah.

Syaikh Mufid dalam kitab al-Irsyad menuliskan tentang hadis-hadis yang berkaitan dengan imamah beliau, diantaranya ketika Nabi Muhammad saw bersabda: Ini kedua anakku (Hasan dan Husain) adalah imam, baik ketika mereka bangkit (melalukan revolusi) maupun duduk (melakukan perdamaian)."

Imam Ali as ketika syahid juga menjelaskan keimamamahan Imam Husain as setelah imamah Imam Hasan as. Lalu Imam Hasan as ketika syahid juga mewasiatkan kepada Muhammad bin Hanafiyah bahwa Husain bin Ali as adalah orang yang akan mengemban posisi imamah setelahnya.

Menurut Syaikh Mufid, Imam Husain as karena bertaqiyyah dan karena adanya peristiwa Perjanjian Damai Imam Hasan as dengan Muawiyah, maka selama Muawiyah masih hidup, Imam Husain as tidak mengajak masyarakat untuk membaiat dirinya dan keimamahannya tidak ditampakkan. Namun setelah Muawiyah meninggal, Imam Husain as menjelaskan keimamahannya kepada orang-orang yang belum memahami. 

Sumber-sumber literatur Ahlusunah menilai bahwa Muawiyah adalah seseorang yang cerdik. Ia secara lahir menjalankan ajaran-ajaran agama dan bahkan untuk memperkuat pemerintahannya, ia memanfaatkan ajaran-ajaran akidah dan menggunakan siasat politik untuk mempertahankan kekuasaannya. 

Ia menilai bahwa pemerintahannya merupakan karunia Allah dan qadha Ilahi. Ia menganggap memiliki kedudukan seperti Nabi bagi masyarakat Suriah, sebagai orang-orang saleh, sebagai pembela agama dan ahkamnya. 

Dalam sumber-sumber sejarah dituliskan bahwa Muawiyah telah merubah sistem kekhalifahan menjadi kesultanan dan kerajaan dan secara terang-terangan berkata bahwa ia tidak akan berurusan dengan keagamamaan masyarakatnya. 

Salah satu masalah yang ada pada masa pemerintahan Muawiyah adalah adanya kepercayaan Syiah diantara masyarakat, khususnya masyarakat Irak. Kaum Syiah adalah musuh Muawiyah sebagaimana Khawarij yang juga merupakan musuh Muawiyah, namun Khawarij tidak memiliki basis massa, tidak seperti kaum Syiah karena adanya pengaruh Imam Ali dan ahlulbait yang memiliki pelindung yang kuat. 

Oleh karena itu, Muawiyah dan pegawai kerajaannya, menggunakan cara-cara yang lembut dan keras dalam menghadapi masyarakat. 

Salah satu tindakan yang diambil oleh Muawiyah adalah menanamkan kebencian masyarakat kepada Imam Ali as seperti dengan cara melaknat Imam Ali pada masa pemerintahannya dan hal ini berlanjut secara terus menerus pada masa dinasti Umawiyyah. 

Muawiyah setelah memperkuat kekuatannya, mengambil langkah untuk menekan kaum Syiah dan kepada pegawainya memerintahkan untuk menyingkirkan nama-nama pecinta Ali as dan menghapus mereka akan haknya untuk menerima uang dari baitul mal dan tidak menerima kesaksiannya. 

Ia juga mengancam orang-orang yang mengatakan tentang kebaikan Imam Ali hingga ahli hadis menyebut Imam Ali dengan sebutan 'seorang laki-laki dari suku Quraisy', salah seorang sahabat Nabi saw dan Abu Zainab. 

***

Imam Husein as selama masa pemerintahan Muawiyah berlangsung, tetap berpegang kepada perjanjian perdamain yang dibuat oleh saudaranya. 

Dalam menjawab surat sebagian pengikut yang menerima kepemimpinannya dan hendak melawan Bani Umayyah, ia berkata: Sekarang keyakinanku tidaklah demikian, bahwa aku harus melawan Muawiyah, selama Muawiyah masih hidup, tetaplah berada di rumah-rumah kalian dan jauhilah tindakan-tindakan yang akan membahayakan kalian. Apabila ia meninggal, dan aku masih hidup, aku akan menuliskan pendapatku. 

Tapi, meskipun Imam Husain as selama masa kekuasaan Muawiyah tidak melakukan tindakan apapun yang menunjukkan perlawanannya kepada Muawiyah, namun menurut Rasul Ja'fariyan, seorang sejarawan masa kini, hubungan antara Imam Husein as dan Muawiyah dan perundingan antara keduanya menunjukkan bahwa Imam Husein as secara jelas tidak menerima kekuasaan Muawiyah. Adanya surat-surat yang banyak antara Husain bin Ali dan Muawiyah menunjukkan hal itu.

Dari laporan sejarah bisa dipahami bahwa Muawiyah seperti tiga khalifah secara lahir masih menghormati Imam Husain as dan kepada orang-orangnya berkata bahwa jangan melawan anak Rasulullah dan jangan sampai tidak menghormatinya.

Tindakan Muawiyah yang membunuh orang-orang seperti Hujr bin Adi, Amr bin Umq Khazai dan Hadhrami beserta para pengikutnya adalah diantara yang mendapat kritikan dan perlawanan Imam Husain as yang paling sulit dan keras. 

Berdasarkan laporan sejarah, Imam Husain as menulis surat kepada Muawiyah dan mengecam tindakan brutal yang dilakukan kepada penolong Imam Ali as. 

Imam Husain as berkata: Aku tidak memiliki cara yang mulia kecuali berjihad melawanmu demi untuk membela jiwaku dan agamaku sendiri. Dalam lanjutan suratnya, Imam Husain as menulis: Aku tidak melihat fitnah terbesar dalam umatku kecuali fitnah atas pemerintahan yang berada di atas pundakmu.


Protes terhadap Pengangkatan Putra Mahkota bagi Yazid

Pada tahun 56 H, Muawiyah tidak menepati isi Perjanjian Damai dengan Imam Hasan as, bahwa seharusnya ia tidak mengangkat putra mahkota sebagai penggantinya.

Muawiyah menyuruh masyarakat untuk membaiat Yazid sebagai pengganti bagi dirinya. Sebagian tokoh-tokoh seperti Imam Husain as tidak mau memberikan baiatnya kepada Yazid. 

Muawiyah pergi ke Madinah untuk meminta dukungan supaya pembesar Madinah memberi dukungan kepada keputusannya tentang pengangkatan Yazid sebagai putra mahkotanya. 

Imam Husain as dalam majelis yang dihadiri oleh Muawiyah, Ibnu Abbas dan sebagian pembesar keluarga Umawiyyah, mengecam Muawiyah dan dengan mengisayaratkan tentang keburukan Yazid, Muawiyah diingatkan supaya hati-hati dalam menentukan penggantinya disamping juga menjelaskan kedudukannya dan membatalkan argumen Muawiyah untuk memberikan baiatnya kepada Yazid.

Demikian juga dalam majelis lain yang dihadiri oleh kebanyakan masyarakat, Imam Husain as dalam memberikan reaksi perkataan Muawiyah tentang kelayakan Yazid, Imam Husain as menilai bahwa Yazid adalah orang yang gemarnya mabuk-mabukan dan menuruti hawa nafsu. 

Imam Husain as pada tahun 58 H, dua tahun sebelum Muawiyah meninggal, juga berpidato di Mina, yang isinya pemrotesan terhadap kebijakan Muawiyah.

Pada masa itu, tekanan yang diberikan Muawiyah kepada pengikut Syiah sangat keras. Dalam khutbah ini, beliau disamping menjelaskan tentang keutamaan Amirul Mukminin as dan ahlulbait, mengajak untuk melakukan "amar ma'ruf dan nahi munkar" dan menekankan pentingnya kewajiban ini, mengingatkan kewajiban ulama dan gerakan mereka dalam menghadapi kerusakan dan kezaliman atas pemerintahan yang berkuasa serta menjelaskan tentang bahayanya berdiam diri atas perilaku mereka.


REVOLUSI IMAM HUSEIN 

Setelah kematian Muawiyah pada tanggal 15 Rajab tahun 60 H/680, Yazid menempati posisi sebagai khalifah. Ia berkeinginan supaya orang-orang yang tidak menerima dirinya atas pengangkatan yang dilakukan Muawiyah sebagai putra mahkota, diantaranya Husain bin Ali as supaya segera diambil baiatnya. Namun Imam Husain as tetap tidak mau membaiat Yazid. 

Imam Husein as membaca situasi kondisi umat Islam saat itu betul-betul berada pada titik paling kritis. Islam berada dalam kondisi bahaya, di titik persimpangan. Pemerintahan Yazid meneruskan politik yang sebelumnya dilakukan Muawiyah, yaitu merusak sendi-sendi utama ajaran Islam, menghabisi para pengikut dan pecinta AhlulBait, dan menerapkan sistem kerajaan berdasarkan keturunan. 

Umat Islam telah terbuai oleh kecintaan duniawi yang dipelihara sejak masa Muawiyah, sehingga banyak sahabat Nabi yang "membiarkan kezaliman" terjadi. Terbukti dari "nasehat" mereka agar Imam Husein as membatalkan perjuangannya. Masyarakat awam berada kondisi tertekan dan akhirnya hanya bisa berusaha menyelamatkan diri sendiri. 

Kondisi umat seperti ini, apabila dibiarkan ... maka Islam bisa punah. 

Karena itu, Imam Husein as hanya memiliki satu jalan, yaitu bangkit membangunkan umat yang "tertidur", menyerukan amar ma'ruf nahi mungkar, dan menyeru para sahabatnya untuk berjihad menentang tirani dan kezaliman ... sekalipun syahid yang menjadi taruhannya.  

Maka dimulailah Revolusi Imam Husein. Yang kemudian ternyata terbukti, revolusi inilah yang terus membara sampai hari ini, hingga munculnya Imam Mahdi as. 

Imam Husein as sadar betul, hanya dengan syahidnya beliau dan keluarganya ... kebangkitan Islam akan terus bersinar. Dan Imam Husein as siap mengorbankan semuanya ... demi tetap tegaknya Islam.

Rasulullah Saww pernah bersabda:  “Husain dariku, dan aku dari Husain.” 

Husain minni wa ana min al-Husain
.
(Sunan al-Turmudzi, hadis nomor 2970).

Al-Husain jelas dari Rasulullah Saw, ya memang karena ia keturunan Sang Nabi. Tapi apa makna “dan aku dari Husain”? 

Yassin Al-Jibouri menafsirkannya sebagai berikut. Nabi Saw adalah perwujudan Islam. Nabi adalah manifestasi Islam seluruhnya. Ketika Nabi menyampaikan itu, Nabi Saw tahu bahwa keberlangsungan agama Islam yang dibawanya hanya akan tegak sampai hari kiamat melalui Al-Husain. 

Syahadah Imam Husain di Karbala-lah yang menyelamatkan Islam. Benar kiranya, bahwa setiap muslim sekarang ini berutang terima kasih dan kewajiban atas pengorbanan keluarga Rasulullah Saw di Karbala.

Perjalanan Imam Husain dari Medinah ke Mekkah

Imam Husain as memulai perjuangannya, beliau berangkat meninggalkan Madinah menuju Makkah pada 28 Rajab 60 H, bertepatan dengan 7 Mei 680 Masehi. 

Menurut beberapa sumber referensi, beliau di tengah malam menziarahi makam ibunda dan saudaranya, menunaikan salat dan melakukan perpisahan, dan pagi kembali ke rumah. Dalam sebagian sumber lain dimuat bahwa beliau bermalam dua malam secara beruntun di sisi pusara Rasulullah saw.

Dalam perjalanan ini, selain Muhammad bin Hanafiyah, kebanyakan keluarga Imam Husain as termasuk putra-putri, saudara-saudari dan keponakan-keponakannya bersama beliau. Selain Bani Hasyim, ada 21 orang sahabat Imam Husain as juga menemani beliau dalam perjalanan ini.

Muhammad bin Hanafiyah, saudara Imam Husain as, setelah mengetahui bahwa kepergian Imam tak lama lagi akan terjadi, maka ia menemui beliau untuk mengadakan perpisahan. 

Imam Husain as menulis wasiat untuknya yang berisi:

"Sungguh aku tidak keluar karena congkak, sombong, berbuat kerusakan dan kezaliman, namun sesungguhnya aku keluar demi mencari perbaikan pada umat datukku ...

...  aku ingin memerintahkan perbuatan yang makruf dan mencegah perbuatan mungkar dan berjalan di atas jalan datukku (Rasulullah saww) dan ayahku Ali bin Abi Thalib."

Imam Husain as bersama rombongannya keluar dari Madinah, dan berseberangan dengan keinginan orang-orang terdekatnya, beliau memilih jalan utama menuju Mekah.

Dipertengahan jalan menuju Mekah, Imam Husain as berjumpa dengan Abdullah bin Muthi'. Dia bertanya tujuan Imam, dan beliau menjawab: "Kini aku hendak ke Mekah. Ketika sampai di sana, aku akan memohon kebaikan kepada Allah untuk masa depan." Abdullah memperingati Imam dari penduduk Kufah dan meminta beliau menetap di Mekah.

Perjalanan Imam Husain as dari Madinah ke Mekah meliputi tempat-tempat berikut ini: Dzulhalifah, Milal, Sayyalah, 'Irqu Zhabiyah, Zuha', Inayah, 'Urj, Lahru Jamal, Suqya, Abwa', Harsya, Rabigh, Juhfah, Qadid, Khalish, 'Asfan dan Marr al-Zhahran.

Setelah lima hari, Imam Husain as sampai di Mekah dan mendapatkan sambungan hangat dari penduduk Mekah dan  orang-orang yang sedang melakukan umrah. 

Imam Husain as tinggal di Mekkah lebih dari 4 bulan, yaitu dari 3 Sya'ban hingga 8 Dzulhijjah. Penduduk Mekah demi mendengar kedatangan beliau merasa sangat gembira dan mendatangi Imam pagi dan petang. 

Dikatakan bahwa hal ini menyulitkan Abdullah bin Zubair, sebab ia berharap penduduk Mekah berbaiat kepadanya. Dia tahu selama Imam Husain as berada di Mekah, satu orang pun tidak akan berbaiat dengannya.


Menuju Kufah

Tak lama dari kedatangan Imam Husain as di Mekah, orang-orang Kufah (Irak) mendengar berita tentang kematian Muawiyah dan juga mendengar penolakan Imam Husein dan Ibnu Zubair berbaiat kepada Yazid. 

Karena itu, mereka berkumpul di rumah Sulaiman bin Shurad al-Khuzai dan kemudian menulis surat kepada Imam serta mengundang beliau ke Kufah.

Dua hari berlalu dari pengiriman surat ini, orang-orang Kufah mengirim 150 surat (setiap surat ditanda tangani oleh satu sampai empat orang) kepada Imam Husain as. Semua isi surat ini berupa permintaan supaya Imam datang ke Kufah. 

Para penduduk Kufah melihat bahwa harapan untuk terbebas dari kezaliman penguasa Yazid adalah dengan meminta kesediaan Imam Husein menjadi pemimpin mereka. Karena itulah mereka mengundang Imam Husein ke Kufah. 

Imam Husain as tidak segera menjawab surat-surat tersebut. Karakter penduduk Kufah yang memang sudah dikenal sejak masa Imam Ali adalah masyarakat yang "tidak berpendirian". Masyarakat Kufah sebelumnya telah mengkhianati Imam Ali ... sehingga perjuangan Imam Ali as dalam memerangi Muawiyah terhambat oleh mereka.  

Tapi jumlah surat itu semakin banyak. Imam Husein as tidak mungkin mengabaikan permintaan itu, karena itu beliau as pun menulis surat balasan. Dalam surat ini beliau berkata:

"Aku akan mengutus saudaraku, sepupuku dan orang yang dapat dipercaya dari Ahlulbaitku.

Aku berkata kepadanya supaya melaporkan kepadaku tentang perbuatan dan kayakinan kalian.

Bilamana ia menulis kepadaku bahwa pendapat kalian seperti apa yang tertera dalam surat-surat kalian, maka aku akan datang kepada kalian.....

Imam hanyalah seseorang yang mengamalkan kitab Allah, menjalankan keadilan, menerima agama yang benar dan mewakafkan dirinya untuk Allah
."

Lalu Imam pun mengutus Muslim bin Aqil ra menemui penduduk Kufah pada 15 Ramadhan.  Dengan ditemani dua orang, Muslim bin Aqil kembali ke Madinah, menyampaikan salam perpisahan pada keluarganya, kemudian menempuh jalan menuju Kufah membawa surat Imam. Tapi kedua temannya itu gugur di tengah jalan karena kesulitan menempuh medan dan kehausan. Akhirnya Muslim bin Aqil menuju Kufah, sendirian.

Muslim bin Aqil ra sampai di kufah pada 25 Syawal. Ia pun tinggal bersama Mukhtar Al-Tsaqafi dan menurut sebagian riwayat di rumah Muslim bin Ausajah. Orang-orang silih berganti mendatangi tempat penginapan Muslim, dan dia membacakan surat Imam kepada mereka.

Muslim mulai mengambil baiat untuk Imam Husain as. Ada ribuan orang telah berbaiat dengan Imam Husain as dan menyatakan kesiapan mereka untuk bersama beliau. Maka Muslim bin Aqil pun mengirimkan surat kepada Imam melaporkan telah banyaknya orang-orang yang berbaiat serta menyeru beliau ke Kufah.

Tatkala Yazid mendengar pembaiatan orang-orang Kufah tsb melalui Muslim bin Aqil, dan sikap lunaknya Nukman bin Basyir (penguasa Kufah saat itu) terhadap mereka, Yazid memecat Nukman dan mengangkat Ibnu Ziyad (yang saat itu menjabat gubernur Basrah) sebagai penguasa Kufah.

Setelah Ibnu Ziyad memasuki Kufah, ia pun mulai mencari orang-orang yang berbaiat dan mengancam para kepala suku. Riwayat-riwayat sejarah menceritakan munculnya ketakutan yang meluas di kalangan masyarakat Kufah setelah Ibnu Ziyad meneror mereka. Akibatnya, mereka mulai meninggalkan Muslim bin Aqil sendirian dan tidak ada tempat untuk sembunyi. 

Muslim bin Aqil dan sahabatnya Hani bin Urwah pun dibunuh. Kepala mereka dipenggal, dan dibawa ke pasar tempat biasa orang membeli kambing.


Perjalanan Imam  Sampai di Karbala

Imam Husain as telah mengetahui adanya makar yang bertujuan untuk membunuh dirinya. Oleh karena itu, untuk memelihara kehormatan kota Mekah, Imam berangkat keluar dari kota Mekah. Imam Husain berangkat ke Kufah pada tanggal 8 Dzulhijjah bersama dengan keluarga dan para sahabatnya. 

Bersama Imam ikut pula keluarganya, para sahabat dan pengikutnya, juga orang-orang dari Hijaz, Basrah, dan Kufah. Menurut kitab Nafas al-Mahmum dari Syaikh Abbas al-Qummi (halaman 91), Imam memberi masing-masing orang itu sepuluh dinar dan seekor unta untuk membantu mereka membawa barang-barang.

Tempat-tempat yang dilalui Imam dalam perjalanannya menuju Karbala: Taff, Al-Sifah, Dzat ‘Irq, Al-Hajir, Al-Khuzaymiyya, Zarood, Al-Tsalabiyya, Al-Shuquq, Zubala, Al-‘Aqaba, Sharif, Al-Bayda, Ar-Ruhayma, al-Qadisiyya, al-Uthayb, dan Qasr Muqatil. 

Keseluruhan jarak yang ditempuh Imam dari Madinah menuju Makkah, dan dari Makkah menuju Karbala adalah sekitar 2300 kilometer.

Dalam setiap persinggahan, Imam Husain as berupaya menarik perhatian orang-orang atau memberikan pencerahan, misalnya di Dzatu 'Irq seseorang bernama Bisyr bin Ghalib al-Asadi sampai kepada beliau dan mengabarkan kepada beliau kondisi tidak kondusif Kufah. 

Beliau membenarkan omongan dia. Orang itu bertanya mengenai makna ayat 71  surat Al-Isra   «یوْمَ نَدْعُو کُلَّ أُنَاس بِإِمَامِهِم» kepada Imam, beliau menjawab:

"Imam-imam terbagi dua kelompok: satu kelompok mengajak kepada petunjuk dan kelompok lain mengajak kepada kesesatan. Orang yang mengikuti imam yang mengajak kepada hidayah akan masuk surga dan orang yang mengikuti imam yang mengajak kepada kesesatan akan masuk neraka."

Bisyr bin Ghalib tidak bersama Imam Husain as, tetapi dikemudian hari ia terlihat menangis di pusara Imam Husain as menampakkan penyesalan karena tidak menolong beliau.

Di kawasan Tsa'labiyah juga ada seseorang bernama Abu Hirrah al-Azdi sampai kepada Imam Husain as dan mengetahui sebab perjalanan beliau. Imam berkata:

"Bani Umayyah menjarah hartaku, aku sabar. Mereka mencemoohku, aku sabar. Mereka hendak menumpahkan darahku, aku lari. Hai Abu Hirrah! ketahuilah bahwa aku akan terbunuh ditangan kelompok penzalim dan Allah akan menghinakan mereka sehina-hinanya dan pedang tajam akan menguasai mereka; yaitu seseorang yang akan membuat hina mereka."

Sebelumnya, Muslim bin Aqil yang telah melihat kondisi terakhir di Kufah, mengkhawatirkan keselamatan Imam Husain as lalu mengirim pesan kepada Imam Husain as dan mencegah beliau untuk datang ke Kufah. Pesan tersebut sampai ke tangan Imam Husain as di kawasan Zubalah.

Di Al-Sifah, Imam Husain as bertemu dengan penyair Farazdaq yang berkata: “Hati penduduk Kufah bersamamu, tapi pedang mereka (diarahkan) untuk membunuhmu.” (Tarikh Thabari, 6:218)

Ketika sampai di Qasr Muqatil, tidak jauh dari Kufah, kafilah Imam dihadang 1000 pasukan musuh di bawah komando al-Hurr bin Yazid al-Riyahi. Pasukan inilah yang mengalihkan perjalanan Imam dari Kufah dan mengarahkannya menuju padang tandus Karbala. 

Pasukan al-Hurr kehausan, dan Imam memerintahkan keluarga dan sahabat-sahabatnya untuk memberi mereka minuman.

Sesampainya di Karbala, sekitar 11 – 12 km dari Kufah, Imam turun dari kudanya, mengambil segenggam tanah Karbala dan berkata: “Demi Allah, inilah tanah karbun (duka cita) wa bala (dan musibah/ujian). Di sinilah para perempuan akan dijadikan tawanan. Di sini anak-anakku dianiaya, dan di sini para pejuang akan berguguran. Di sini (kehormatan) ahli bayt Rasulullah Saw dihinakan! Di sini, janggutku akan berlumuran darah! Di sini sepetak bumi akan digali untuk jasad kita.” (Al-Shawa’iq al-Muhriqah, Ibn Hajar al-‘Asqalani).

Menurut sebagian kitab tarikh, Imam Husain as mencari pemilik tanah seluas empat mil persegi itu, dan membelinya seharga 60.000 dinar, untuk dijadikan pusara tempatnya kelak dan para syuhada lainnya dikebumikan. (Karbala and Beyond, Yassin T, Jibbouri, halaman 72)

Di Karbala, perang itu tak terelakkan. Dalam Injil, Perjanjian Lama, Yeremia 46:6 dan 46:10 mencatat sebuah peristiwa di tanah utara, di dekat sungai Efrat. Entah sebuah nubuwat atau peristiwa yang sama terulang.

Berikut kutipan perjanjian lama tentang peristiwa di tepi sungai Efrat:

"Orang yang tangkas tidak dapat melarikan diri, pahlawan tidak dapat meluputkan diri; di utara, di tepi sungai Efratlah mereka tersandung dan rebah…

Hari itu ialah hari Tuhan ALLAH semesta alam, hari pembalasan untuk melakukan pembalasan kepada para lawan-Nya. Pedang akan makan sampai kenyang, dan akan puas minum darah mereka.

Sebab Tuhan ALLAH semesta alam mengadakan korban penyembelihan di tanah utara, dekat sungai Efrat."


Malam Tāsu'a 

Pada malam hari Tāsu'a (9 Muharram), Imam Husain as mengumpulkan pengikut setia dan keluarganya. 

"Aku tidak mengenal keluarga dan penolong yang lebih baik dari pada kalian dan karena besok adalah hari perang, maka aku tidak dapat menjamin kalian, aku menarik baiat darimu, oleh karenanya aku mengizinkan jikalau kalian akan memilih jalanmu pada kegelapan malam dan pergilah." Ujar Imam Husain as. 

Setelah menyelesaikan ucapannya, sahabat dan penolong setianya secara bergantian satu per satu berdiri untuk menyatakan solidaritas dan dukungannya kepada Imam Husain as. 

Mereka pun menyatakan kesetiaannya dan kebersamaan kepada Imam Husain as dalam semua aspek terhadap Imam. Mereka juga menegaskan akan kesetiannya kepada baiat yang telah diberikan dan menjelaskan tentang kemantapan mereka dalam membaiat kepada Imam Husain as. 

Pertama yang melakukan hal itu adalah Abbas bin Ali as, kemudian para pemuda Ahlulbait yang lainnya menyatakan dukungannya dan akan selalu menyertai Imam Husain as. 

Kemudian Imam Husain as menoleh kepada putra-putra Aqil dan berucap, "Wahai putra-putra Aqil! Cukuplah pengorbanan kalian dengan kematian Muslim, karena itu pergilah kalian, Aku mengizinkan kalian untuk pergi." 

Namun mereka menjawab, "Demi Tuhan! Aku tidak akan melakukan hal itu. Jiwa, harta dan keluarga kami menjadi tebusan bagimu dan kami akan berperang bersamamu." 

Setelah perkataan Ahlulbait as, Muslim bin Ausajah, Sa'id bin Abdullah Hanafi,  Zuhair bin Qain kemudian disusul oleh penolong setia Imam Husain as yang lain juga berbicara tentang perang dan pertolongan kepada Imam Husain as hingga menemui kesyahidan.

Kemudian Imam Husain as berkata kepada sahabatnya, 

"Sesungguhnya besok Aku akan terbunuh dan semua dari kalian yang bersamaku juga akan terbunuh." 

Para sahabat berkata, "Puji Tuhan bahwa kami dikaruniai untuk menolongmu dan dengan cara syahadah kami diberi kemuliaan bersamamu. Wahai putra Rasulullah saw! Apakah Anda tidak rela jika kami juga bersama denganmu berada dalam satu derajat di surga?" 

Imam Sajjad as meriwayatkan bahwa setelah orasi dan mendengarkan jawaban penuh semangat dan gairah mereka, Imam Husain as pun mendoakan mereka. 

Pada malam itu, Burair bin Khudhair meminta izin Imam Husain as untuk pergi dan menasehati Umar bin Sa'ad. Imam menyetujuinya. 

Ia pun pergi ke hadapan Umar bin Sa'ad. Ketika Burair kembali ke hadapan Imam Husain as, ia berkata, "Wahai putra Rasulullah saw! Umar bin Sa'ad rela membunuhmu demi jabatan gubernur di kota Rei."

Pada pertengahan malam Asyura, Abu Abdillah Husain as pergi keluar sendiri demi mengetahui keadaan perbukitan sekitar. Nafi' mengetahui langkah imam tersebut dan membuntutinya dari belakang. 

Setelah memeriksa tenda-tenda, Imam Husain as kembali ke kemah dan memasuki kemah saudarinya, Zainab. Nafi' bin Hilal duduk menunggu di luar kemah dan mendengar Zainab bertanya kepada Imam Husain as, "Saudaraku, apakah kau telah menguji seluruh sababatmu? Aku khawatir jika mereka akan mengkhianati kita dan ketika mereka terdesak, mereka akan menyerahkan engkau kepada pihak musuh?"

Imam Husain as dalam menjawab pertanyaan saudarinya bersabda, "Demi Allah! Aku telah menguji mereka. Aku mendapati mereka laki-laki yang tetap akan berada di medan peperangan sehingga apabila mereka menatap kematian dan syahid di jalanku seolah-olah bayi yang menyukai dan merindukan air susu ibunya." 

Nafi' ketika merasa bahwa Ahlulbait as mengkhawatirkan akan kesetiaan dan kekonsistenan para sahabatnya, ia pergi menemui Habib bin Muzhahir dan bermusyawarah dengannya. Mereka memutuskan bersama dengan para sahabat Imam yang lain meyakinkan bahwa mereka akan berjuang sampai titik darah penghabisan demi melindungi Imam Husain as.

Habin bin Mazhahir, memanggil sahabat Imam Husain as untuk berkumpul dan bersama mereka dengan pedang yang terhunus dan satu suara pergi ke kemah Ahlulbait as dan berteriak: 

"Wahai Ahlulbait Rasululullah Saw! Pedang-pedang pemuda dan para ksatriamu tidak akan tersarungkan kembali sehingga akan menebas leher-leher orang-orang yang berbuat jahat kepadamu. Tombak-tombak ini adalah tombak-tombak putra-putra Anda, kami bersumpah bahwa tombak-tombak itu hanya akan tertancap di dada-dada mereka yang telah mengundang Anda namun kemudian melanggarnya. "


Peristiwa di Hari Asyura

Pagi hari Asyura, Imam Husain as bersama dengan pengikut setianya melaksanakan salat Subuh.  Usai salat Subuh, Imam Husain as mengatur pasukannya menjadi dua baris: 32 pejalan kaki dan 44 penunggang kuda.

Imam menunjuk Zuhair bin Qain sebagai komandan pasukan sebelah kanan dan Habib bin Muzhahir sebagai komandan pasukan sebelah kiri dan panji perang diberikan kepada saudaranya, Abbas as. 

Atas instruksi Imam Husain as, para sahabat Imam Husain as mendirikan perkemahan di belakangnya. Kemudian mereka membakar sekeliling kemah, yang sebelumnya telah digali dan dipenuhi dengan semak belukar dan kayu bakar sehingga akan menghalangi serangan musuh dari belakang. 

Pada sisi medan yang lain, Umar bin Sa'ad juga melakukan salat Subuh dan menunjuk komandan pasukannya. Menurut riwayat masyhur jumlah pasukan Kufah mencapai hingga 4000 orang. Kemudian ia menunjuk Umar bin Hajjaj Zubaidi sebagai komandan sebelah kanan, Syimr bin Dzil Jausyan sebagai komandan sebelah kiri, 'Uzarah bin Qais Ahmasi sebagai komandan pasukan berkuda dan Syabt bin Rabi'i sebagai komandan pejalan kaki. 

Umar bin Sa'ad juga menunjuk Abdullah bin Zuhair Asadi sebagai Gubernur Kota Kufah, Abdurahman bin Abi Sabrah komandan kabilah Mizhaj dan Bani Asad, Qais bin Asy'at bin Qais sebagai komandan kabilah Rabi'ah dan Kandah, Hurr bin Yazid al-Riyahi sebagai komandan Bani Tamim dan Hamedan. Sedangkan panji perang diberikan kepada budaknya sendiri, Dzuwaid (Duraid). 

Kini ia telah bersiap untuk perang melawan Aba 'Abdillah Husain as. 

Diriwayatkan ketika mata Imam Husain as menatap pasukan musuh yang sangat banyak itu, Imam langsung menengadahkan tangannya untuk berdoa dan berucap, 

"Tuhanku! Engkau adalah sandaranku dalam setiap kesulitan dan harapanku dalam setiap penderitaan. Hanya Engkaulah harapanku. Betapa sedihnya aku. Betapa sedihnya aku ketika para penolongku membiarkanku dan musuh mengejekku dan aku karena kedekatanku dengan-Mu mengeluh kepadamu, bukan kepada orang lain. Dan Kaupun membuka kesusahan itu. Oleh karenanya, Engkau adalah Wali dalam setiap nikmatku dan dari-Mu lah semua kebaikan dan Engkau adalah tujuan terakhirku."

Semenjak pagi itu atau mungkin sedikit agak lambat, beberapa sahabat Imam menjaga perkemahan Imam supaya pihak musuh tidak mendekati kemah dan beberapa orang dari pasukan Kufah mereka lumpuhkan di tempat itu juga.

Sebelum perang dimulai, Imam Husain as bersama dengan beberapa pengikut setianya menaiki kuda menuju pasukan musuh untuk menyempurnakan hujjah kepada pasukan Kufah. 

Pada saat itu Burair bin Khudhair berada di depan Imam. Imam berkata kepadanya, "Wahai Burair berbicaralah dengan mereka dan berilah nasehat kepada mereka."  Kemudian Burair pun pergi ke arah pasukan Umar bin Sa'ad dan memberi nasehat.

Imam Husain as memberi nasehat kepada pasukan musuh ketika sebagian besar mereka telah hadir sehinga mereka semua mendengar suara Imam. 

Imam Husain as pun memulai memberikan nasehatnya dan mengajak ke jalan yang benar. Setelah mengucapkan puji-pujian kepada-Nya, Imam pun mengenalkan diri bahwa Imam Husain as adalah putra dari putri Nabi Muhammad saw dan washi dan sepupu nabi, Hamzah, penghulu para syuhada adalah pamannya dan Ja'far Thayyar adalah juga pamannya.

Kemudian Imam Husain as mengisyaratkan tentang hadis Nabi Muhammad saw: "Hasan dan Husain penghulu pemuda penghuni surga". 

Kemudian Imam Husain as berbicara kepada para komandan pasukan Kufah: Syabats bin Rab'i, Hijr bin Abjar, Qais bin Asy'ats, Yazid bin Harits tentang surat yang ditulis oleh mereka Imam mengingatkan surat-surat yang mereka tulis dengan kata-kata yang mereka tulis dan mengisyaratkan tentang penyerahan mereka. Namun mereka mengingkarinya. Imam berucap, "Aku bersumpah tidak akan menyerah kepada kalian secara hina." 

Setelah Imam Husain as menyampaikan ceramahnya kepada penduduk Kufah, Zuhair bin Qain berkata-kata kepada masyarakat Kufah tentang keutamaan Imam Husain as dan memberi nasehat kepada mereka. 

Walaupun di antara pasukan itu, meski nama Syimr disebutkan dengan jelas dalam orasi yang disampaikan oleh Imam Husain as, namun ia tidak memahami isi orasi itu dan nasehat yang disampaikan oleh Zuhair pun dijawab dengan cercaan dan hinaan. 

Imam Tidak Berkenan untuk Mulai Peperangan

Pasukan Umar bin Sa'ad telah siap untuk berperang atas pancingan yang diperintahkan oleh Imam Husain as dari arah belakang kemah. 

Pada saat itu, Syimr bin Dzil Jausyan bersama sekelompok pasukan penunggang kuda mendekat di sekitar perkemahan Imam Husain as dan dari belakang dengan menabur debu, namun ketika matanya melihat parit yang terbakar, maka ia memaki Imam Husain as.

Walaupun Muslim bin Ausajah telah dekat dengan Syimr dan telah siap untuk melepaskan anak panahnya ke tubuh Syimr, namun Imam Husain as bersabda, "Sesungguhnya aku tidak ingin memulai peperangan ini."

Pada subuh hari Asyura ketika Imam Husain berseru: "Apakah ada orang yang mau menolongku?" 

Hurr bin Yazid Riyahi mendengar seruan ini dan ucapan Imam itu berpengaruh pada jiwanya. Ketika ia melihat bahwa pasukan Kufah dengan ganas memerangi Imam Husain as, maka ia berniat untuk bergabung dengan pasukan Imam Husain as.

Diriwayatkan bahwa Hurr meminta izin kepada Imam Husain as bahwa sebelum penolong Imam Husain as yang lain, ia yang akan menyerang musuh. Imam pun memberi izin dan ia pun menyerang pasukan musuh dan akhirnya gugur sebagai syuhada. Sebagian riwayat menuliskan Hurr syahid pada pertengahan siang hari Asyura. 

Akhirnya perang itu meletus ketika Umar bin Sa'ad memanggil budaknya, Duraid (Dzubaid) dan berkata: "Hai Duraid, bawalah panji perang itu! Kemudian Duraid membawa panji itu ke arah depan." 

Lalu anak Umar bin Sa'ad memasang anak panah ke busurnya dan melepaskannya seraya berkata, "Berikan kesaksian kalian di hadapan sang pemimpin (Yazid) bahwa akulah orang pertama yang melepaskan anak panah." 

Kemudian pasukan musuh itu pun melepaskan anak panah secara berkelanjutan. Oleh karena itu, pada permulaannya, penyerangan pada hari Asyura terjadi dalam bentuk kelompok dan selama permulaan penyerangan, beberapa sahabat Imam Husain as telah mereguk cawan kesyahidan. 

Penyerangan ini dikenal dengan nama "Penyerangan Awal" dan berdasarkan sebagian sumber sejarah, hingga 50 orang dari pasukan Imam Husain as menemui kesyahidan pada penyerangan awal ini. 

Setelah itu penolong setia Imam Husain as bertempur secara berduel atau dua orang-dua orang. Sahabat Imam Husain tidak memberikan izin sedikit pun kepada pihak musuh untuk mendekat kepada Imam Husain as. 

Amru bin Hajjaj dengan pasukannya menyerang pasukan sayap kanan Imam Husain as dan mereka berhadapan dengan pasukan Imam Husain as yang mencegah laju serangan itu. Pasukan berkuda Amru bin Hajjaj ketika melihat keadaan itu, langsung menarik pasukannya ke belakang dan kembali ke kemahnya. Pada saat mereka hendak kembali ke perkemahan, pasukan Imam Husain as memanah mereka dan sekelompok dari mereka terbunuh atau terluka. 

Setelah terbunuhnya beberapa orang dari pasukan Kufah dalam pertarungan yang terjadi secara duel, Umar bin Sa'ad melarang pasukannya berperang secara duel.

Amru bin Hajjaj mencoba kembali untuk menyerang Imam Husain as dan pasukannya dari sisi Sungai Eufrat. Setelah beberapa jam berperang, dengan ketahanan pasukan Imam Husain as, Amru bin Hajjaj dan pasukannya terpaksa menarik pasukannya kembali. 

Pada saat ini, Muslim bin Ausajah gugur sebagai syahid. Oleh karena itu, Muslim bin Ausajah diyakini sebagai penolong setia Imam Husain as yang pertama kali gugur sebagai syahid. 

Setelah selesai pemanahan, Sayar, budak Ziyad bin Ubaih dan Salim, budak Ubaidillah bin Ziyad, maju ke medan laga dan siap bertarung. Habib bin Muzhahir dan Burai bin Hudhair bangun dari tempatnya dan pergi ke medan pertempuran, namun Imam Husain as tidak memberikan izin kepada mereka. Abdullah bin Umair pun berdiri dan meminta izin dari Imam Husain as. Lalu Imam Husain pun memberikan izin kepadanya.

Tak lama setelah serangan Amru bin Hajjaj, Syimr bin Dzil Jausyan bersama dengan Maisarah, pasukan Umar bin Sa'ad juga menyerang sisi kiri laskar Imam Husain as di mana ia juga menghadapi perlawanan yang luar biasa dari pasukan Imam Husain as. 

Di antara para komandan pasukan Kufah, Syimr bin Dzil Jausyan adalah orang yang paling bersemangat dalam memerangi Imam Husain as. Ia bahkan ingin membunuh para wanita dan membakar kemah Imam Husain as di hadapannya. 

Sebelum Dhuhur hari Asyura, pasukan musuh mulai serangannya secara membabi buta dari segala penjuru ke pasukan Imam Husain as. Dalam serangan ini, pasukan Imam Husain as terlibat peperangan yang sangat sengit dengan pasukan musuh. 

Dalam serangan ini, walaupun pasukan berkuda Imam Husain as yang jumlahnya hanya 32 orang, namun mereka mampu bertahan sehingga pasukan musuh yang berjumlah sangat banyak itu menjadi kewalahan. 

Pada saat itu Azrah bin Qais yang merupakan komandan pasukan berkuda laskar Umar bin Sa'ad terpaksa meminta bantuan dari Umar bin Sa'ad. 

Umar bin Sa'ad menyuruh Husain bin Tamim bersama dengan pasukan berkuda yang telah dilengkapi dengan kuda-kuda yang berperisai untuk mengirim 500 pemanah kepada Azrah bin Qais. Ketika mereka mendekati pasukan Imam Husain as dan penolong setianya, maka mereka pun mulai menghujani Imam Husain as dan penolong setianya dengan anak panah. 

Pasukan Imam Husain as terbagi menjadi tiga dan empat kelompok dan mereka terus bertempur untuk melindungi kemah Imam. Mereka melindungi kemah Imam Husain setiap kali pasukan musuh hendak menyerang dan menjarah kemah Imam. Mereka menangkis serangan itu dan membunuh para penyerang itu dengan pedang atau anak panah. 

Kegagalan pasukan Umar bin Sa'ad dalam menghadapi Imam Husain as dan pasukannya menyebabkan anak Sa'ad memerintahkan supaya merusak tenda-tenda Imam Husain as. Kemudian laskar Kufah itu pun merusak tenda-tenda Imam Husain as dari segala penjuru. 

Pada salah satu serangan ini, Syimr bersama dengan sekelompok pengikutnya menyerang kemah Imam Husain as dari belakang, namun Zuhair bin Qain bersama dengan 10 penolong Imam Husain as yang lain menghalau serangan itu yang membuat mereka menjauh dari perkemahan Imam. 

Perang pun berlanjut hingga matahari tergelincir. Pada waktu itu, sangat banyak dari penolong Imam Husain as yang telah gugur sebagai syahid. Dalam serangan itu, di samping Muslim bin Ausajah, Abdullah bin Umair Kalabi yang berada di sayap kiri laskar Imam syahid di tangan Hani bin Tsabit Hadhrami dan Bukair bin Hay Tamimi. 

Amru bin Khalid Shaidawi, Jabir bin Harist Salmani, Sa'ad, budak Amru bin Khalid, Majma' bin Abdullah 'Aidi dan anak laki-lakinya, 'Aid bin Majma' juga menemui kesyahidannya ketika mereka berhadap-hadapan dengan pasukan musuh. Sejumlah penolong Imam Husain as yang lain, yang menurut sejarawan jumlah mereka hingga lebih dari 50 orang juga gugur sebagai syahid pada waktu itu. 


Kejadian-kejadian Siang Hari Asyura

Dengan tibanya Dhuhur dan waktu salat pada siang hari Asyura, Abu Tsamamah dan Amru bin Abdullah Shaidi mengingatkan Imam Husain bahwa waktu salat telah tiba. Imam pun mengangkat kepalanya dan melihat ke arah langit dan mendoakannya, kemudian bersabda, "Mintalah kepada mereka (pasukan Kufah) untuk memberi kesempatan supaya (kita) menunaikan salat Dhuhur." 

Pada saat itu, salah seorang anggota pasukan Umar bin Sa'ad, Husain bin Tamim berteriak lantang bahwa salat yang dilakukan oleh Imam Husain as tidak akan diterima. Habib bin Mazhahir marah mendengar kata-kata ini dan ia pun berujar, "Kau beranggapan bahwa salat yang dilakukan oleh Ahlulbait tidak akan diterima, namun menerima salat yang dilakukan oleh orang yang dungu?" 

Ketika mendengar perkataan ini, Husain bin Tamim dan orang-orang yang ada di sekelilingnya pun menyerang Habib bin Muzhahir dan mereka pun terlibat pertempuran sengit sehingga menyebabkan syahidnya Habib bin Muzhahir oleh Budail Shuraim dan Hushain bin Tamim. 

Siang hari Asyura, Imam Husain as dan penolong setianya berdiri untuk mengerjakan salat. Imam memerintahkan Zuhair bin Qain dan Sa'id bin Abdullah Hanafi beserta setengah dari jumlah pasukan beliau yang tersisa untuk maju ke depan guna melindungi dari serangan musuh. 

Begitu mereka memulai salat, pasukan Umar bin Sa'ad melepaskan anak panah ke arah mereka, namun Zuhair dan Abdullah menjadikan dirinya sebagai tameng dan menghalangi sampainya anak panah itu tertuju kepada Imam Husain dan pasukannya. 

Setelah selesai salat, Sa'id bin Abdullah mereguk cawan kesyahidan karena terluka sangat parah.

Setelah salat, Zuhair bin Harir, Barir bin Khudhair Hamedani, Nafi' bin Hilal Jamali, Abis bin Abi Syabit Syakiri, Khandhalah bin Sa'ad Syabami dan mereka satu per satu gugur sebagai syahid. 


Syahadah Orang-orang Terdekat Imam Husain as

Setelah syahadah para sahabat Imam Husain as, keluarga Imam Husain as maju ke medan laga. 

Ali Akbar bin Husain as adalah pemuda yang pertama kali meminta izin dari Imam Husain as untuk maju ke medan perang. Imam pun memberi izin kepadanya. 

Setelah memperoleh izin dari Imam Husain as, Ali Akbar pergi ke medan perang dan Imam Husain as pun mendoakan untuknya. Ali Akbar adalah seseorang yang paling mirip dengan Rasulullah saw dari segala sisi. 

Setelah kesyahidan Ali Akbar, saudara-saudara Imam Husain as yang lain menyusulnya mereguk cawan kesyahidan sebelum Abbas bin Ali as syahid. 

Keluarga Bani Hasyim yang lain, satu per satu, semuanya gugur sebagai syahid seperti putra-putra Muslim bin Aqil dan juga putra-putra Ja'far bin Abi Thalib, 'Adi bin Abdullah bin Ja'far Thayar dan juga putra-putra Imam Hasan as, Qasim bin Hasan dan saudaranya, Abu Bakar, saudara-saudara Abul Fadhl Abbas, Abdullah, Utsman, dan Ja'far. 

Adapun Abu Fadhl, yang merupakan pemegang panji Karbala dan penjaga perkemahan, mempunyai kewajiban untuk membawa air ke perkemahan. Namun ia terkepung oleh pasukan Umar bin Sa'ad ketika hendak mengambil air di tepi Sungai Eufrat. Ia berhadap-hadapan dengan penjaga tepi sungai Eufrat menemui kesyahidannya. Diriwayatkan bahwa sahabat terakhir Imam Husain as yang gugur sebagai syahid adalah Syuwaid bin Amru Khats'ami. 


Tekad Imam Sajjad untuk Pergi ke Medan Pertempuran

Pasca syahadah sahabat-sahabat dan Bani Hasyim, Abu Abdillah al-Husain as maju ke medan perang.  Imam Husain as terluka, kemudian Imam menatap keadaan sekelilingnya, namun Imam tidak melihat seorang penolong pun yang akan menolongnya. 

Kemudian pandangan Imam Husain tertuju pada badan-badan sahabatnya yang bercerai berai di padang Karbala dan berkata-kata kepada pasukan Kufah, "Apakah ada orang yang akan menjaga haram (keluarga) Rasulullah? Apakah ada di antara kalian yang menyembah Tuhan dan takut terhadap Tuhan? Apakah ada orang-orang yang berteriak dan menjawab seruanku karena Tuhan? Apakah ada orang yang mau menolongku karena Tuhan?" 

Namun tidak terdengar jawaban dari pasukan Kufah. Imam menghadap ke jasad syuhada dan berucap, "Wahai Habib bin Muzhahir, wahai Zuhair bin Qain, Wahai Muslim bin Ausajah, wahai para pendekar-pendekar gagah berani! Mengapa Aku memanggil nama kalian namun kalian tidak mendengar panggilanku. Aku memanggil kalian, tapi engkau tidak memenuhi panggilanku? Kau telah tidur panjang, namun Aku berharap supaya kalian bangun dari tidur yang indah demi wanita-wanita Ahlulbait, setelah kematian kalian mereka tidak lagi mempunyai pembela dari pembangkangan dan pelanggaran yang mereka lakukan."

Mendengar teriakan Imam Husain as, jeritan dan rintihan wanita-wanita Ahlulbait terdengar kencang. 

Diriwayatkan bahwa ketika Imam Sajjad as dalam keadaan bersandar pada tongkatnya karena mendengar teriakan Imam Husain as, pergi ke luar kemah. Namun Imam Sajjad as tidak mempunyai kemampuan untuk membawa pedang, karena sakit yang ia derita.

Ketika Imam Husain as menyadari hal itu, Imam Husain memanggil Ummu Kultsum untuk mengembalikan Imam Sajjad as supaya bumi tidak kosong dari putra-putra Nabi Muhammad Saw (bumi tanpa hujjah Allah). 

Imam mendatangi kemah dan setelah menasehati Ahlulbaitnya untuk tenang, Imam Husain berpamitan dengan saudari-saudarinya, perempuan-perempuan dan putra-putranya. 

Mereka membawakan baju untuk Imam Husain as. Imam Husain as merobek baju itu menjadi beberapa bagian sehingga tidak ditelanjangi oleh pasukan Kufah mengingat pakaian itu telah sobek-sobek. Imam memakai potongan pakaian itu di bawah bajunya. Walaupun begitu, baju ini juga akhirnya dijarah. 

Ketika Imam Husain as melihat bayi susunya tercekik kehausan, ia mengangkatnya dan membawa ke dekat medan perang dan berkata, 

"Hai kalian semua! Jika kalian tidak mengasihiku, kasihanilah bayi yang masih menyusu ini!" 

Namun mereka juga tidak menaruh kasih sayang sedikit pun, walaupun kepada bayi yang masih menyusu. 

Harmalah bin Kahil Asadi dari pasukan Kufah melepaskan anak panah dan mengenai leher bayi itu. Bayi itu pun syahid di tangan ayahandanya.

Setelah syahadah sahabat dan keluarga, Imam kini dalam kondisi sendirian, untuk beberapa lama pasukan Kufah tidak ada yang datang guna berhadap-hadapan dengan Imam Husain as. Sekali waktu, Imam Husain bermaksud hendak meminum air, namun mereka mengarahkan anak panah ke arah mulut imam dan berkata, ketika kuda sudah menuju bibir Sungai Eufrat, maka air sudah ditutup bagi Imam. 

Walaupun Imam sendirian dan luka sekujur badannya sangat parah, namun Imam Husain as tidak gentar untuk menghunuskan pedangnya. 

Menurut Humaid bin Muslim, "Demi Allah, tak pernah sekalipun aku menyaksikan seorang yang hatinya telah pilu menyaksikan pembantaian anak, keluarga dan para sahabatnya yang lebih tabah dari Al-Husain as. Ketika pasukan musuh mendesaknya, dengan memainkan pedangnya beliau balas mendesak gerak laju mereka, bagai serigala yang melepaskan diri dari ikatan yang membelenggunya." 

Sayid Ibnu Thawus mengisahkan, "Ketika Imam Husain as menyerang barisan musuh, maka 30 ribu anggota pasukan tercerai berai. Barisan mereka terobrak-abrik bak pasukan belalang." 

Setelah beberapa lama berperang, Imam Husain as kembali ke kemah perempuan dan mengajak mereka untuk bersabar. Lalu berpamitan dengan mereka satu per satu. Kemudian Imam menghampiri tempat pembaringan Imam Sajjad as. 

Ketika Imam Husain as tengah sibuk berpamitan dengan penghuni kemah, atas perintah Umar bin Sa'ad, pasukan Kufah menyerang kemah Imam Husain as dan Imam Husain as menjadi sasaran anak panah musuh, sampai anak-anak panah menembus tali-tali dan kemah-kemah sehingga menyebabkan ketakukan yang luar biasa bagi penghuni kemah. 

Imam Husain as pada hari Asyura menentukan tempat baginya untuk menyerang musuh. Setelah Imam melakukan penyerangan, Imam Husain as kembali ke tempat dan dengan suara yang keras (sehingga penghuni kemah mendengar) bersabda, "La Haula wa La Quwwata illa billahil 'Aliyyil 'Adzim" 

Setelah beberapa kali menyerang musuh dan kembali ke tempatnya, Syimr bin Dzil Jausyan bersama dengan beberapa orang dari pasukan Kufah menyerang kemah Imam Husain as dan memisahkan Imam Husain as dari kemahnya. 

Ketika Imam menyaksikan hal ini, ia berteriak, "Celakalah kau! Jika kau tidak mempunyai agama dan tidak takut terhadap hari kiamat, paling tidak jadilah orang yang merdeka!"

Pasukan pejalan kaki di bawah perintah Syimr telah mengepung Imam namun tidak ada satu pun yang maju. Karena itu, Syimr terpaksa mendorong mereka. 

Syimr bin Dzil Jausyan memerintahkan kepada pasukan pemanah untuk melesatkan anak-anak panahnya. Kemudian anak panah pun menghujani Imam Husain dari segala penjuru dan karena anak panah sangat banyak, badan Imam terpenuhi anak panah. Kemudian Imam mundur, dan mereka membuat barisan di hadapan Imam. 

Diriwayatkan bahwa pukulan pertama atas kepala Imam Husain as dilakukan seorang laki-laki dari Kabilah Kandah.

Menurut sebagian riwayat, badan Imam menjadi sangat lemah karena luka dan keletihan yang amat sangat. Al-Husain as berhenti untuk beristirahat sejenak, setelah badan beliau melemah dan ketangkasannya mengendur, tiba-tiba sebuah batu menghantam dahinya selagi beliau berhenti. 

Dengan bajunya, beliau mengusap darah segar yang mengalir dari dahi suci itu. Mendadak sebuah anak panah beracun dan bercabang tiga lepas dari busurnya, melesat dan tepat bersarang di jantung Imam. 

Menurut sebagian referensi, seorang laki-laki bernama Malik bin Nusair mengayunkan pedangnya ke kepala Imam Husain as. Penutup kepala Imam Husain as terbelah dan pedang melukai kepalanya.

Kemudian Zar'ah bin Syuraik Tamimi menghantamkan pedangnya ke pundak kiri Imam. Sinan bin Anas melepaskan anak panah ke leher Imam, kemudian Saleh bin Wahab Ju'fi menurut ucapan Sinan bin Anas menghampiri Imam dan menusukkan tombaknya ke pinggang al-Husain. Beliau tersungkur jatuh ke tanah dari kudanya. 

Ketika Imam terkepung oleh pasukan Kufah, Imam melewati saat-saat kehidupan terakhirnya, salah seorang anak-anak yang berada di kemah bernama Abdullah bin Hasan as dengan melihat kejadian meskipun dicegah oleh Zainab Kubra, bergerak cepat menuju arah Imam Husain as. 

Ketika Bahr (Abhar) bin Ka'ab -dan menurut sumber yang lain Harmalah bin Kahil Asadi- menyerang Imam Husain as dengan pedang, bocah itu pun berusaha menangkis pedang yang diarahkan ke Imam Husain dengan tangannya, namun tangan mungilnya terpotong sabetan pedang. 

Syimr bin Dzil Jausyan dengan beberapa orang dari pasukan Umar bin Sa'ad seperti: Abul Junub Abdurahman bin Yizad, Qasy'am bin Amru bin Yazid Hardun Ju'fi, Saleh bin Wahab Yazani, Sinan bin Anas Nakh'i, Khuli bin Yazid Ashbahi datang mendekati al-Husain. Syimr mendorong mereka untuk menyerang Imam Husain as secara habis-habisan. 

Namun tidak ada seorang pun yang bersedia. Kemudian Syimr memerintah Khuli bin Yazid untuk memenggal kepala suci al-Husain as. Khuli pun hendak memenggal kepala al Husain, namun ketika ia memasuki tempat pembantaian tangan dan tubuhnya bergetar sehingga ia jatuh ke bumi dan tidak melanjutkan niatnya. 

Ketika Imam tersungkur dan jatuh, Zuljanah berjalan mengitarinya, melindungi junjungannya dari serangan musuh yang datang. Ia mengusap kepala Imam yang bersimbah darah dengan kepalanya. 

Di saat seperti itu, Ibn Sa’ad berteriak lantang: “Tangkap kuda itu! Itu salah satu kuda Rasulullah!” Puluhan orang merangsek mendekati Zuljanah, tapi ia dengan tangkas mengibaskan kaki dan ekornya, bergeliat begitu perkasa, sehingga beberapa orang dan kuda-kuda yang lain jatuh binasa.

Ibn Sa’ad kemudian berkata: “Biarkan dia…kita lihat apa yang mau dilakukannya…” 

Merasa aman, kuda itu kembali menemui Imam Husain as, mengusap dan menghirup darah yang mengalir dari kepala Imam. Ia melengking dengan keras. Jeritan, teriakan, kesedihan perpisahan. Kemudian dengan cepat ia berlari ke arah tenda perempuan dan anak-anak. Konon, setelah itu, Zuljanah tak pernah terlihat lagi…

Di padang Karbala, Al-Husain seorang diri. Sahabat-sahabatnya telah banyak yang gugur. Seiring dengan teriakan Sayyidah Zainab sa, sekelompok musuh mendekati Imam yang tengah terbaring. 



Imam berkata ke arah Umar bin Sa’ad: “Hai Umar, apakah Abu Abdillah mesti dibunuh dan engkau menyaksikannya?” Imam memalingkan wajahnya. Airmata membasahi janggutnya. 

Sayyidah Zainab menjerit: “Tidakkah ada seorang muslim di antara kalian?” Mereka tidak memedulikannya. 

Kemudian Umar bin Sa’ad berteriak: “Habisi dia!” 

Syimr bin Zil Jawsyan yang pertama menaatinya. Ia menendang Imam dengan kakinya. Duduk di atas pundaknya. Mencengkeram dengan kencang janggut sucinya. Menusuknya dengan duabelas tikaman. Kemudian ia menebas dan memisahkan kepala suci itu dari jasadnya…

Salam bagimu Ya Aba ‘Abdillah…

Orang-orang keji itu kini mengerumuni jasad suci tanpa kepala. Ishaq bin Hawayh menarik paksa jubahnya. Akhnas bin Murtsid bin Alqamah al-Hadhrami mengambil serbannya. Aswad bin Khalid melepaskan sandalnya. Jami’ bin Khalq al-Awdi dan seorang dari Bani Tamim bernama Aswad bin Khanzalah mengambil pedangnya.

Datanglah Bajdal. Ia melihat ada cincin yang diselimuti darah merah di tangan Imam. Ia memotong jari Imam, mengambil cincin itu. Qays bin al-Asy’ats menjarah pelana tempat duduk Imam yang terlepas dari Zuljanah. 

Sobekan-sobekan pakaian Imam diambil paksa oleh Ja’unah bin Hawiyah. Busur panah dan baju luarnya direnggut oleh Rahil bin Khaytsamah, Hani bin Syahib al-Hadhrami dan Jarar bin Mas’ud al-Hadhrami.

Ada orang yang hendak mengambil apa yang tersisa dari baju yang melekat pada tubuh Imam. Konon, ia tidak dapat melakukannya. Tangan Imam terasa berat menghalanginya. Ia tebas tangan kanannya. 

Tangan kiri Imam menghalanginya. Ia potong juga tangan kiri Imam itu. Ketika ia hendak melepaskan yang tersisa dari pakaian di tubuh Imam, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh yang mengguncang bumi. Ia urung melakukan niatnya. Ia terjatuh dan tak sadarkan diri.

Ketika pingsan—ia melihat Rasulullah, Imam Ali, Sayyidah Fatimah dan Imam Hasan. Ia melihat Sayyidah Fatimah berkata kepada Al-Husain: “Duhai anakku, mereka telah membunuhmu. Semoga Allah membunuh mereka.” 

Al-Husain berkata kepada ibunya sambil menunjuk orang itu: “Wahai Ibu, orang ini telah menebas tanganku.” 

Kemudian Sayyidah Fatimah berkata: “Semoga Allah memutus kedua tangan dan kakinya, membuatnya buta, dan menariknya pada siksa neraka.” 

Ujarnya kemudian: “Sungguh, aku sekarang buta. Tangan dan kakiku sudah tiada. Satu-satunya yang tersisa tinggal api neraka…” (Sumber: Karbala and Beyond, Yasin T. Jibouri halaman 86).


FILM YANG SECARA UTUH MENGGAMBARKAN TRAGEDI KARBALA DAN SYAHIDNYA IMAM HUSEIN AS

Film ini secara lengkap menggambarkan detil-detil peristiwa sebelum dan sesudah syahidnya Imam Husein as. Terdiri dari 40 episode. 

Menonton film ini secara utuh (full) akan membuat kita lebih memahami bagaimana situasi kondisi umat Islam saat itu, sehingga bisa sampai terjadi syahidnya Imam Husein as di Karbala. Yuk kita mulai dari episode 1.




Nama-Nama para syuhada Karbala

Keluarga Rasulullah Saw:

Imam Husain bin Ali, cucunda Rasulullah Saw, pemimpin kafilah.

Abbas bin Ali, saudara Imam Husain, pemimpin pasukan. Putra Imam Ali dari Ummul Banin. Pembawa bendera Karbala.

Ali Akbar bin Husain, putra Imam Husain dari Ummu Laila. Syahid pada usia 18 tahun.

Ali Asghar bin Husain, dikenal dengan gelaran “Abdullah” (Imam Husain adalah “Abu Abdillah”), usia enam bulan, putra Imam Husain dari Rubab binti Imra al-Qays.

Umar bin Ali, saudara Imam Husain, adik Abbas bin Ali.

Ja’far bin Ali, saudara Imam Husain, adik Abbas bin Ali.

Abu Bakar bin Ali, saudara Imam Husain, adik Abbas bin Ali.

Abu Bakar bin Hasan, keponakan Imam Husain. Putra saudaranya Imam Hasan as.

Qasim bin Hasan, keponakan Imam Husain.

Qasim bin Abbas bin Ali, putra Abbas.

Fadhl bin Abbas bin Ali, putra Abbas (Abbas dikenal sebagai “Abul Fadhl”).

Abdullah bin Hasan bin Ali, keponakan Imam Husain.

‘Aun bin Abdillah bin Ja’far, putra Sayyidah Zainab sa.

Muhammad bin ‘Abdillah bin Ja’far, putra Sayyidah Zainab sa. Kedua putra Sayyidah Zainab syahid di hadapannya. Imam membawa mereka ke dalam tenda. Semua keluarga menangis dan menjerit, kecuali Sayyidah Zainab. Ia berkata: “Aku tidak ingin Husain melihatku berduka. Hari ini aku bahagia dengan anak-anakku.”

Abdullah bin Muslim bin ‘Aqil, putra Muslim, saudara sepupu Imam Husain as.

Muhammad bin Muslim bin ‘Aqil.

Muhammad bin Sa’id.

Abdurrahman bin Aqil.

Ja’far bin Aqil bin Abi Thalib.


Syuhada dari Bani Asad:

Uns bin Hars al-Asadi.

Habib bin Mazahir, pemimpin pasukan sayap kiri. Di antara yang pernah berjumpa dengan Nabi Saw. Usia ketika syahid 70 tahun.

Muslim bin Ausaja. Di antara sahabat Rasulullah Saw. Pada malam Asyura, ketika Imam mengizinkan sekiranya ada yang hendak meninggalkan Karbala, untuk menyelamatkan diri dari pembantaian, Muslim berkata: “Wahai putra Rasulullah, ke mana aku harus berlari sekiranya aku tinggalkan engkau di sini?”

Qais bin Masyir.

Abu Samama Amr bin ‘Abdillah.

Burair Khuzair al-Hamadani, di antara yang sepuh di Karbala, sahabat Imam Ali di Kufah. Pada usia tuanya ia berangkat ke Karbala meminta izin untuk bertempur dan syahid bersama Imam.

‘Amir bin Abdillah al-Hamadani

Syabib, mawla Hars bin Jabir

Hanala bin Asad

Abis Syakri

Abdurrahman Arhabi

Sayf bin Hars

Malik, sepupu Sayf bin Hars

Mauq bin Tsamamah al-Asadi

Habsyi bin Qais al-Nahmi


Syuhada dari Bani Jahni:

Junada bin Hars

Majma bin Abdullah

Hajjaj bin Masruq, muadzin kafilah Imam Husain as.


Syuhada dari Anshar:

Umar bin Qarza

Abdurrahman bin Abdi Rabb Khazrji

Junada bin Ka’ab

Amer bin Junada bin Ka’ab, ia diantarkan untuk bergabung bersama Imam oleh ibunya.

Na’im bin Ajlan

Sa’ad dan Abdul Hatuf bin Hars Anshari, sepasang saudara kembar di Karbala.


Syuhada dari Bani Biji dan Khas’ami

Zuhayr bin Qayn, pemimpin pasukan sayap kanan. Ia kepala suku di kaumnya. Ia punya banyak pengaruh di Kufah. Awalnya ia bekerja pada Khalifah Utsman. Sepulang haji, ia bertemu Imam dan terpesona oleh keindahan akhlak Al-Husain. Sebelum bergabung dengan Imam, ia menceraikan istrinya, menyampaikan salam perpisahan dan memilih untuk bergabung dengan Imam Husain as.

Salaman bin Mazarib, sepupu Zuhayr.

Sa’id bin ‘Umar

Abdullah bin Basyir

Syuhada dari Bani Kindi dan Ghiffari:

Yazid bin Zaid Kindi

Harb bin Imru al-Qais

Zahir bin ‘Amir

Basyir bin ‘Amir

Abdullah Arwah Ghiffari

Jon, mawla Abu Dzarr al-Ghiffari

Abdurrahman bin Urawah bin Harraq

Abdullah bin Urawah bin Harraq

Zawir bin Amr al-Kindi


Syuhada dari Bani Kalbi:

Abdullah bin ‘Umair

Istri Abdullah bin ‘Umair, juga syahid di Karbala. Ketika ia memangku jasad suaminya ia berkata: “Wahai Abdullah, engkau sudah masuk surga. Bawa aku serta bersamamu…” Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, seorang dari pasukan musuh menghantam kepalanya dengan kampak. Ia gugur sebagai syahidah.

Abdul A’la bin Yazid

Salim bin ‘Amir


Syuhada dari Bani Azdi:

Qasim bin Habib

Zaid bin Salim

Nu’man bin ‘Umar

Muslim bin Katsir

Rafi’ mawla Muslim Azdi


Syuhada dari Bani Tha`i dan Taymi:

Jabir bin Hajjaj

Abdurrahman bin Mas’ud

Bakr bin Hayy

Ammar bin Hassan

Mas’ud bin Hajjaj

Habib bin Amir


Syuhada dari Bani Abdi:

Yazid bin Tsabit

Amir bin Muslim

Saif bin Malik

Abdi Qays

Abdullah bin Zaid

Ubadillah bin Zaid

Adzan bin Umayya


Syuhada dari Bani Taqlibi:

Zurghama bin malik

Kanana bin ‘Atiq

Qasith bin Suhair

Kardus bin Zuhair

Musqit bin Zuhair


Syuhada Dari Bani Jahani wa Tamimi:

Aqaba bin Sulth

Syuhada Lainnya:

Wahab bin Abi Wahab

Istrinya, syahidah pertama di Karbala

Jibilath bin Ali Syaibani

Yazid bin Maghfal, sahabat Imam Ali as, dan seorang penyair yang menyenandungkan kasidah kecintaan Ahlul Bait.

Nasr bin Naizar, yang berkhidmat pada Imam Ali as. Ia hadiah dari Raja Persia untuk Rasulullah Saw. Ia dimerdekakan.

Qan’ab bin Namir

Kannah Taqlabi

Ammara bin Salama al-Da’alani

Amr bin Hasan Tali

Amr bin Ha’b

Amr bin Abdullah Jundayni

Amir bin Muslim

Salim mawla Amir bin Muslim

Abis bin Abi Syabib al-Syakiri

Syanib Syakiri

Sulaiman bin Razin, pembawa surat Imam Husain as untuk penduduk Basrah. Ia syahid ditangkap pasukan Ibnu Ziyad.

Suwaid bin Amr bin Abil Mata’

Sawar bin Manyim

Sayid bin Abdillah Hanafi, yang syahid ketika melindungi Imam Husain as shalat Zhuhur. Ia juga yang mengantarkan surat Muslim bin Aqil dari Kufah untuk Imam Husain. Ia gugur dengan beberapa anak panah di dadanya.

Ziad bin Arib al-Sa’idi

Aslam, yang berkhidmat pada Imam Husain as

Qarib, Munjih, Sa’d, Salim, dan Hars. Masing-masing pernah bekerja sebagai budak kemudian dimerdekakan dan memilih untuk bergabung dengan keluarga Rasulullah Saw. Hars dulu bekerja pada Sayyidina Hamzah.

Hanzala bin As’ad, pembawa pesan Imam Husain untuk Ibn Sa’ad di Karbala.

Hallas bin Amr

Hajjaji bin Badr

Jundab bin Muji

Umayyib Sa’d

Anas bin Hars Kahili

Qan’ab bin Umair

Ghumal al-Turki, yang berkhidmat pada Imam Ali Zainal Abidin as.


Dari pasukan musuh yang bergabung dan syahid membela Imam:

Al-Hurr bin Yazid al-Riyahi al-Tamimi, pemimpin pasukan yang memilih bergabung dengan Imam bersama enam orang pasukannya, termasuk dua putranya.

Ayiz bin Majama

Amr bin Khalid Saidavi dan tiga orang sahabatnya. Ketika empat orang ini merapat ke arah Imam, Al-Hurr meminta izin Imam untuk mencegat mereka mendekat. Karena mereka adalah tokoh-tokoh dari barisan musuh. Imam mencegahnya seraya berkata: “Jangan kauhadang mereka. Mereka datang kepadaku dengan niat baik. Mereka akan membantuku.”

Hars bin Imra al-Qais al-Kindi dan tiga orang sahabatnya. Hars berhadapan dengan pamannya yang bergabung dalam pasukan musuh. Pamannya bertanya: “Kauhendak membunuh pamanmu sendiri?” Ia menjawab tegas: “Ya! Engkau pamanku, tiada ragu. Tapi Allah Tuhanku dan kau datang ke sini untuk menentang-Nya.” Kemudian ia bunuh pamannya.

Umar bin Zabi’ah

Abdurrahman bin Mas’ud

Abdullah bin Busyr

Sa’ad bin Hars

Abu al-Hatuf bin Hars

Jaun bin Malik al-Tamimi

Sumber rujukan dan cerita lebih jauh tentang masing-masing syuhada di atas dapat merujuk pada situs http://www.convertstoislam.com/Karbala/martyrs.html


Selanjutnya, beberapa fakta tentang Karbala adalah seperti berikut:

Wahab bin Abi Wahab dan istrinya yang merupakan syahidah pertama di Karbala adalah sepasang suami istri yang baru menikah. Keduanya memeluk Islam karena tersentuh oleh khutbah Imam dalam perjalanan menuju Karbala. Ibunda Wahab yang Nasrani juga hadir dan membela Imam di Karbala (Karbala and Beyond, Yasin T. Jibouri, halaman 79-80).

John adalah budak merdeka yang dibebaskan dan berkhidmat pada Abu Dzarr al-Ghiffari. Ia seorang nasrani. Ketika syahid di Karbala, usianya 90 tahun. (Karbala and Beyond, halaman 80).

Zuljanah adalah nama kuda Imam Husain as. Konon, nama sebelumnya adalah Murtajiz. Ia diberi nama Zuljanah karena lengkingan suaranya yang khas: merdu, menjerit, tegas dan tinggi. Nabi Saw membelinya dari seorang Arab bernama Haris. Dikabarkan kulit Zuljanah putih tegas.

Jasad suci para syuhada dikebumikan oleh Bani Asad pada hari ketiga setelah mereka gugur. Selama beberapa hari, jasad suci itu terbaring dibakar terik matahari.

Jarak yang ditempuh oleh kafilah Asyura pasca Syahadah Imam Husain as, sekitar 1500 kilometer, dengan beberapa tempat persinggahan seperti Mausul di Irak dan Halb (Aleppo) di Suriah sekarang ini.

Ya laitanaa kunna ma’ahum wa nafuuza fawzan ‘azhiima
duhai, seandainya kami bergabung bersama mereka,
dan beroleh kemenangan yang nyata…


***


DOA ZIARAH SINGKAT

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Ali Muhammad

Salam bagi rambut putih yang dicelup darah

Salam bagi paras yang tertutup debu-debu tanah

Salam bagi tubuh yang dijarah

Salam bagi lisan yang dihantam ujung pedang

Salam bagi kepala yang terhunus di tombak pancang

Salam bagi tubuh-tubuh yang dibiarkan tergeletak di padang gersang

Salam bagi dia yang berselimutkan tetes darah

Salam bagi dia yang dihancurkan kehormatannya

Salam bagi dia, yang kelima dari Ashabil Kisa

Salam bagi dia, penghulu para syuhada

Salam bagi dia, yang terasing dari semua yang terasing

Salam bagi dia, penentang musuh zalim

Salam bagi dia, yang didekap tanah Karbala

Salam bagi dia, yang menangis malaikat karenanya

Salam bagimu Ya Aba ‘Abdillah…

“Dengan semangat Al-Husain, kita bebaskan Al-Quds!”

Duka dan cinta kita untuk bangsa Palestina.


_________

Referensi:

https://id.wikishia.net/view/Imam_Husain_bin_Ali_as

https://id.wikishia.net/view/Tragedi_Karbala

http://www.majulah-ijabi.org/9/post/2012/11/mengenal-lebih-dekat-fakta-karbala.html

Diberdayakan oleh Blogger.